![]() |
debt collector yang selalu menelpon biasanya disebut dengan telecollection |
Kejadian mengenaskan yang menimpa salah satu politisi partai
politik yang diduga telah dianiaya hingga tewas oleh sekolompok orang yang
mengatasnamakan sebagai penagih hutang atau debt collector dari salah satu bank
swasta, tampaknya menjadi pecutan keras bagi Bank Indonesia sebagai bank
sentral untuk memperbaiki pengaturan dan pengawasan penagihan kredit macet dinegeri
ini.
Tidak ada peraturan perundang-undangan yang secara khusus
mengatur mengenai penagih utang atau debt collector ini. Debt collector pada
prinsipnya bekerja berdasarkan kontrak dengan kreditur (Bank) untuk menagih
utang kepada debiturnya. Perjanjian pemberian kontrak diatur dalam KUHPerdata.
Khusus dibidang perbankan, memang ada peraturan
perundang-undangan yang memungkinkan pihak bank untuk menggunakan jasa pihak
lain untuk menagih utang. Hal tersebut diatur dalam PBI No. 11/11/PBI/2009
tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu (PBI)
jo SE BI No. 11/10/DASP Perihal Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan
Menggunakan Kartu tanggal 13 April 2009 (SEBI). Dalam PBI dan SEBI ini, diatur
bahwa:
a)
Dalam hal bank menggunakan jasa pihak lain untuk
melakukan penagihan, hal ini wajib diberitahukan kepada pemegang kartu.
b)
Bank wajib memastikan bahwa tata cara,
mekanisme, prosedur, dan kualitas pelaksanaan kegiatan oleh pihak lain tersebut
sesuai dengan tata cara, mekanisme, prosedur dan kualitas pelaksanaan kegiatan
yang dilakukan oleh bank itu sendiri.
c)
Penagihan oelh pihak lain tersebu hanya dapat
dilakukan jika kualitas tagihan Kartu Kredit dimaksud dalam kategori
kolektibilitas diragukan atau macet.
d)
Bank harus mennjamin bahwa penagihan dilakukann
dengan cara-cara yang tidak melanggar hukum.
e)
Perjanjian kerja sama antara bank dan pihak lain
untuk melakukan penagihan transaksi Kartu Kredit tersebut harus memuat klausula
tentang tanggung jawab bank terhadap segala akibat hukum yang timbul akibat
dari kerja sama dengan pihak lain tersebut.
Kalau merujuk pada ketentuan-ketentuan KUHP, tindakan
kekerasan yang dilakukan oleh debt collector bisa dijerat hukum. Dalam hal debt
collector tersebut menggunakan kata-kata kasar dan dilakukan didepan umum, ia
bisa dipidana dengan pasal penghinaan, yaitu Pasal 310 KUHP:
“Barangsiapa merusak kehormatan
atau nama baik seseorang dengan jalan menuduh dia melakukan sesuatu perbuatan
denan maksud yang nyata akan tersiarnya tuduhan itu, dihukum karna menistam
denan hukuman penjara selama-lamanya Sembilan bulan atau denda
sebanyak-banyaknya Rp 4.500,00”.
Selain itu, bisa juga digunakan Pasal 335 ayat (1) KUHP tentang perbuatan tidak
menyenangkan:
“Diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun atau
denda paling banyak Rp.4,500,00 barangsiapa secara melawan hukum memaksa oran
lain supaya melakukan, tidak melakukan, atau membiarkan sesuatu, dengan memakai
kekerasan, sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tidak menyenangkan,
atau dengan memakai ancaman kekerasan, sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan
yang tidak menyenangkan, baik terhadap orang itu sendiri maupun orang lain.”